Kraton Kasunanan Surakarta
KERATON SURAKARTA dibangun oleh
Pakoe Boewono II pada tahun 1745 Masehi. Sebelumnya ibukota Keraton berada di
Kartasura, yang berjarak lebih kurang 12 km barat Kota Solo. Di Keraton
Kasunanan Surakarta terdapat Art Gallery yang menyimpan bermacam benda-benda
bersejarah yang mempunyai nilai seni dan sejarah yang tinggi. Beberapa koleksi
yang ada diantara lain kereta kencana, bermacam-macam senjata, wayang kulit dan
benda-benda peninggalan jaman dulu lainnya. Keraton Kasunanan Surakarta dibuka
untuk umum setiap hari jam 08.30-14.00, dan hari Minggu
jam 08.30-13.00. Kraton tutup pada hari Jumat.
Secara fisik bangunan Keraton
Kasunanan Surakarta terdiri dari bangunan inti dan lingkungan pendukungnya
seperti Gapura (pintu gerbang) yang disebut Gladag pada bagian Selatan.
Kemudian ada dua Alun-alun di sebelah Utara dan Selatan kompleks Keraton. Juga
terdapat Masjid Agung dan Pasar Batik yang terkenal yaitu Pasar Klewer. Kyai
Slamet, Kerbau putih yang dikeramatkan sebagai salah satu pusaka Keraton
Kasunanan Surakarta.
Pura
Mangkunegaran
PURA MANGKUNEGARAN
dibangun pada tahun 1757 oleh Raden Mas Said yang lebih dikenal sebagai
Pangeran Sambar Nyawa, setelah penandatanganan Perundingan Salatiga pada
tanggal 13 Maret. Raden Mas Said kemudian menjadi Pangeran Mangkoe Nagoro I.
Istana Mangkunegaran terdiri dari dua bagian utama : pendopo dan dalem yang
diapit oleh tempat tinggal keluarga raja. Hal yang menarik adalah keseluruhan
istana dibuat dari kayu jati yang bulat/utub.
PENDOPO adalah Joglo
dengan empat saka guru (tiang utama) yang digunakan untuk resepsi dan
pementasan tari tradisional Jawa. Ada seperangkat gamelan yang dinamai Kyai
Kanyut Mesem. Gamelan yang sebagaian besar masih lengkap ini dimainkan pada
hari-hari tertentu untuk mengiringi latihan tarian tradisional. Di dalam
DALEM terdapat Pringgitan, ruang dimana keluarga menerima pejabat. Ruangan ini
juga digunakan untuk mementaskan wayang kulit. Di dalam pringitan, ada beberapa
lukisan karya Basuki Abdullah, pelukis kenamaan Solo.
Dalem juga digunakan untuk memajang berbagai koleksi barang peninggalan berharga yang bernilai seni dan sejarah yang tinggi. Terdapat koleksi topeng-topeng tradisional dari berbagai daerah di Indonesia, kitab-kitab kuno dari jaman Majapahit dan Mataram, koleksi berbagai perhiasan emas dan koleksi beberapa potret Mangkunegoro.
Pura Mangkunegaran juga memiliki perpustakaan yang disebut Rekso Pustoko. Koleksi topeng tradisional dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Solo, Jogjakarta, Cirebon, Madura dan Bali.
Dalem juga digunakan untuk memajang berbagai koleksi barang peninggalan berharga yang bernilai seni dan sejarah yang tinggi. Terdapat koleksi topeng-topeng tradisional dari berbagai daerah di Indonesia, kitab-kitab kuno dari jaman Majapahit dan Mataram, koleksi berbagai perhiasan emas dan koleksi beberapa potret Mangkunegoro.
Pura Mangkunegaran juga memiliki perpustakaan yang disebut Rekso Pustoko. Koleksi topeng tradisional dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Solo, Jogjakarta, Cirebon, Madura dan Bali.
Beberapa koleksi topeng
dari China. Pengunjung dapat memperoleh berbagai souvenir dan cinderamata di
Pare Anom art shop. Pura Mangkunegaran dibuka untuk umum setiap hari jam
09.00-14.00, Jumat jam 09.00-12.00, Minggu jam 09.00-14.00. Ada juga beberapa
koleksi kereta yang digunakan untuk upacara-upacara tradisional.
Pasar
Triwindu
shintaawktour@gmail.com
Pasar Triwindu, demikian tulisan yang tertera di pucuk
gapura itu. Sekilas tidak ada yang istimewa dari gapura tersebut, namun ketika
kita sudah melewatinya, barulah kita akan tahu apa yang disuguhkan dan menjadi
keunikan pasar itu. Seketika mata akan dimanjakan oleh beragam barang-barang
antik yang dipajang di kios-kios. Mulai dari hiasan pintu sampai patung batu
bisa ditemukan di sini, dari wayang sampai meriam logam juga ada.
Jangan kaget ketika menemukan setrika arang dengan
ciri khas patung jago dipucuknya itu, juga ketika kusamnya uang-uang logam
jaman baheula menyapa mata kita, dan tak terhitung topeng-topeng kayu
warna-warni yang tersedia di komplek pasar ini. Banyak barang tak terduga yang
bisa kita jumpai, bahkan konon dulu pernah ada barang antik dari Keraton Solo
yang ‘nyasar’ di Pasar Triwindu, jika anda penasaran boleh ditanyakan kepada
para pedagang di sana.
Keramahan khas Solo dari para pedagangnya, akan
membuat kita betah mondar-mandir di Pasar Triwindu ini. Tawar menawar harga
dengan pedagang merupakan hal yang jamak, jadi seberapapun kayanya anda, jangan
pernah malu untuk meminta harga yang lebih murah dari yang disebutkan pedagang.
Gang demi gang dikomplek pasar tersebut memang
dijejali kios-kios yang menyuguhkan barang antik, baik yang benar-benar antik,
maupun barang baru yang sengaja dibuat tampak antik.Perlu ketelitian lebih
untuk membedakan keduanya.
Pasar minat khusus yang tertata rapi itu telah lama
menjadi salah satu trademark kota Solo, bisa dibilang belum komplit
dolan ke Solo kalau belum mengunjungi pasar Triwindu. Pemkot Solo telah menata
ulang Pasar Triwindu ini dengan baik. Pasar Triwindu telah melegenda di Jagat
Pariwisata Indonesia.
Astana Giribangun
https://www.facebook.com/shintaawk.tour
Astana Giribangun merupakan makam keturunan
Kerajaan Mangkunegaran. Ternyata makam itu memiliki daya mistis dalam sejarah
perjalananya. Muncul mitos bahwa makam tersebut merupakan tempat sakral dan
tidak bisa diperlakukan sembarangan. Posisi dan keberadaan Astana Panagdegan di
atas Astana Giribangun di lereng barat Gunung Lawu tepatnya terletak di Desa
Karang Bangun, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Sebagai
leluhur di atasnya melindungi atau orang Jawa menyebutnya
"hamemayungi" menjadi payung keberadaan makam anak cucunya.
Beberapa kejadian dan fenomena mistis membuktikan
keberadaan Astana Mangadeg, komplek pemakaman para penguasa Istana
Mangkunegaran, salah satu pecahan dinasti Mataram. Makam itu merupakan Raja
Mangkunegoro III (sebutan jawa; Mangkunegoro III) keturunan Raja Mataram
Panembahan Senopati selalu melindungi dan merestui makam anak cucu di bawahnya.
Salah satu yang dimakamkan disini adalah Kanjeng Pangeran Adi Pati arya Sri
Mangkunegara I. Pangeran Adi terkenal dengan sebutan Pangeran Samber Nyowo.
Tokoh kesohor raja Mangkunegaran dikenal sakti mandraguna dan selalu menjadi
rujukan raja-raja Mataraman baik Surakartan (Solo) dan Ngayogyokarto
Hadiningrat (Yogya).
Kejadian-kejadian mistis itu seolah-olah kedua
raja dan sesepuh Mangkunegaran yang dimakamkan di sini di antaranya Kanjeng
Pangeran Adi Pati Arya Sri Mangkunegara I, atau disebut Pangeran Samber Nyowo
memberikan restu maupun memberikan perlindungan pada saat-saat tertentu dari
kejahatan atau perbuatan tangan-tangan jahil. Beberapa peristiwa dan fenomena
mistis aneh terjadi di antaranya saat makam Presiden Kedua Indonesia, HM
Soeharto digali. Suasana pemakaman Soeharto di Astana Giribangun kala itu
sedang redup, tak ada awan. Hanya angin yang berhembus pelan saat itu.
Soeharto dimakamkan pada Minggu Wage, 27 Januari
2008 setelah Azan Asar sekitar pukul 15.30 WIB. Keluarga besar Soeharto dan
sejumlah tokoh ternama baik dari dalam maupun luar negeri. Sebelum penggalian,
keluarga besar Soeharto melakukan upacara Bedah Bumi. Tujuannya adalah agar
penggalian dapat berjalan lancar dan selamat. Upacara tersebut dipimpin oleh
Begug Purnomosidi mantan Bupati Wonogiri. Upacara dimulai dengan menancapkan
linggis ke tanah pemakaman sebanyak tiga kali. Yang pertama, tidak terjadi
apapun dan begitu pula dengan yang kedua. Namun, kejadian yang membuat
merinding bulu kuduk terjadi saat linggis mengoyak tanah untuk kali ketiganya.
"Tiba-tiba, duar! Terdengar suara ledakan yang sangat keras bergema di
atas kepala kami," kata juru kunci makam keluarga Soeharto di Astana
Giribangun Soekirno.
Para penggali makam dan orang-orang di sekitarnya
sontak kaget mendengar ledakan itu. Mereka saling berpandangan. Bingung.
Mencoba mereka-reka dan mencari-cari dari mana asal suara menggelegar itu.
"Bukan bunyi petir, lebih mirip suara bom besar meledak di atas cungkup
Astana Giribangun," kata Sukirno. Anehnya, tak ada yang porak poranda. Tak
ada benda yang bergeser karena suara ledakan itu. Terbesit di pikiran, mungkin
itu suara ghaib. Semua yang ada di tempat itu terdiam, terpaku. Lalu, suara
Begug Purnomo Sidi memecah keheningan. "Bumi mengisyaratkan penerimaan
terhadap jenazah beliau," tutur Sukirno, menirukan kalimat Bupati
Wonogiri. Tidak hanya itu yang dialami sang juru kunci Astanagiribangun
Sukirno. Beberapa bulan sebelum kematian Soeharto, terjadi longsor mendadak di
bawah Perbukitan Astana Giribangun.
Selain pengalaman menggali makam Soeharto, pria
kelahiran Karanganyar tahun 1953 itu juga masih ingat ketegangan terjadi di
Astana Giribangun, tahun 1998, saat kekuasaan Soeharto berakhir. Masa di
mana-mana menghujat dan ingin mengadili Soeharto beserta keluarganya. Terjadi
pula perebutan tanah-tanah serta pengerusakan aset negara yang saat itu
dikuasai Soeharto di beberapa daerah. Hingga merembet ada kabar, makam keluarga
Soeharto itu bakal diserang dan akan dirusak oleh ribuan masa. "Bersama
warga saya memasang drum-drum di tengah jalan. Di depan pertigaan di depan SD
Ibu Tien yang terletak di tanjakan menjelang Astana. Kami memalang puluhan
batang bambu ori berduri. Siapa yang melintas dengan berjalan kaki sekalipun,
tak bakal gampang menembusnya," tutur Sukirno. Malam-malam pun terasa
panjang. Orang-orang kampung dan desa secara bersama-sama dengan pengurus dan
berjaga di sekitar makam. Dari pesawat komunikasi HT terdengar sandi, misalnya
1.000 "kuda lumping" yang artinya ada seribu pengedara sepeda motor
menuju dan bergerak mengarah ke Astana. Atau lima ratus "gerobak"
atau 500 pengendara mobil juga. "Anehnya tak pernah sekalipun mereka
hendak melempari Astana dan merusak bangunan makam di sini benar-benar tiba,"
kata Sukirno. Sukirno berkeyakinan arwah para leluhur raja Mangkunegaran datang
dan melindungi sebab arwah leluhur bagi orang Jawa diyakini masih bersemayam
dan jika dalam situasi darurat akan muncul dan melakukan perlindungan. Apalagi
leluhur mereka yaitu Kanjeng Pangeran Adi Pati arya Sri Mangkunegara I, yang
terkenal dengan sebutan Pangeran Samber Nyowo atau Aji Panglimunanya.
Candi
Cetho
http://shintaawktour.blogspot.com/search/label/CONTACT%20PERSON
Tepat di kaki Gunung Lawu, terdapat sebuah candi
yang bernama Candi Cetho. Candi ini masih digunakan sebagai tempat doa oleh umat
Hindu juga Kejawen. Bau dupa dan kabut yang seakan-akan turun membuat suasana
makin misterius. Karanganyar adalah nama kabupaten yang terletak kurang lebih
14 Km di sebelah timur kota Solo. Kabupaten ini menyimpan potensi wisata yang
luar biasa. Mulai dari wisata budaya sampai ke wisata alam yakni Gunung Lawu.
Berada pada ketinggian 1.400 mdpl di lereng Gunung Lawu, Candi Cetho terletak
di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Candi
Hindu ini terkesan misterius dan sangat kental aura spiritualnya.
Selain dikarenakan bau dupa yang cukup menyengat
dan aneka sesajen yang ada di candi ini, sering juga kabut tebal tiba-tiba
turun menyelimuti candi dan kemudian hilang kembali. Perjalanan ke Candi
Cetho adalah sebuah tantangan keberanian dan uji nyali tersendiri. Hanya bisa
dicapai melalui jalan aspal sempit yang menanjak curam dan berkelok-kelok
melewati Kebun Teh Kemuning. Rasa was-was dan takut akan terbayar lunas begitu
sampai di kompleks candi. Sejuknya udara pegunungan dan indahnya pemandangan
alam akan menjadi teman setia menjelajahi Candi Cetho.
Nama Cetho sendiri merupakan sebutan yang
diberikan oleh masyarakat sekitar, yang juga adalah nama dusun tempat situs
candi ini berada. Cetho dalam Bahasa Jawa mempunyai arti 'jelas'. Disebut
Cetho, karena di dusun ini orang dapat melihat dengan sangat jelas pemandangan
pegunungan yang mengitarinya yaitu Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Lawu,
dan di kejauhan tampak puncak Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Selain
itu dari dusun ini kita juga disuguhkan dengan pemandangan luas Kota Solo dan
Kota Karanganyar yang terbentang luas di bawah.
Kompleks candi ini masih digunakan oleh penduduk
setempat dan juga peziarah yang beragama Hindu sebagai tempat pemujaan. Candi
ini juga merupakan tempat pertapaan bagi kalangan penganut kepercayaan asli
Jawa atau Kejawen. Saat tiba di kompleks Candi Cetho, pengunjung akan disambut
dengan kabut serta gapura yang menjulang tinggi dengan anggun, identik dengan
Pulau Bali. Dua buah patung penjaga yang berbentuk mirip dengan patung pra
sejarah berdiri membisu di bawahnya. Di halaman gapura terdapat batu
besar yang ditata berbentuk kura-kura raksasa. Ada pula relief menyerupai
bagian tubuh manusia, yaitu alat kelamin laki-laki yang panjangnya hampir 2 meter.
Tak heran bila akhirnya Candi Cetho ini pun disebut Candi Lanang.
Candi
Sukuh
Candi Sukuh
terletak di lereng barat G. Lawu, tepatnya di Dusun Sukuh, Desa Berjo,
Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi Candi
Sukuh berada pada ketinggian + 910 merer di atas permukaan laut. Candi Sukuh
ditemukan kembali dalam keadaan runtuh pada tahun 1815 oleh Johnson, Residen
Surakarta pada masa pemerintahan Raffles. Selanjutnya Candi Sukuh diteliti oleh
Van der Vlis pada tahun 1842. Hasil penelitian tersebut dilaporkan dalam buku
Van der Vlis yang berjudul Prove Eener Beschrijten op Soekoeh en Tjeto.
Penelitian terhadap candi tersebut kemudian dilanjutkan oleh Hoepermans pada
tahun 1864-1867 dan dilaporkan dalam bukunya yang berjudul Hindoe Oudheiden van
Java. Pada tahun 1889, Verbeek mengadakan inventarisasi terhadap candi Sukuh,
yang dilanjutkan dengan penelitian oleh Knebel dan WF. Stutterheim pada tahun
1910.
Candi Sukuh berlatar belakang agama Hindu dan
diperkirakan dibangun didirikan pada akhir abad ke-15 M. Berbeda dengan umumnya
candi Hindu di Jawa Tengah, arsitektur Candi Sukuh dinilai menyimpang dari
ketentuan dalam kitab pedoman pembuatan bangunan suci Hindu, Wastu Widya.
Menurut ketentuan, sebuah candi harus berdenah dasar bujur sangkar dengan
tempat yang paling suci terletak di tengah. Adanya penyimpangan tersebut diduga
karena Candi Sukuh dibangun pada masa memudarnya pengaruh Hinduisme di Jawa.
Memudarnya pengaruh Hinduisme di Jawa rupanya menghidupkan kembali unsur-unsur
budaya setempat dari zaman Megalitikum. Pengaruh zaman prasejarah terlihat dari
bentuk bangunan Candi Sukuh yang merupakan teras berundak. Bentuk semacam itu
mirip dengan bangunan punden berundak yang merupakan ciri khas bangunan suci
pada masa pra-Hindu. Ciri khas lain bangunan suci dari masa pra-Hindu adalah
tempat yang paling suci terletak di bagian paling tinggi dan paling belakang.
Menurut dugaan para ahli, Candi Sukuh dibangun untuk
tujuan pengruwatan, yaitu menangkal atau melepaskan kekuatan buruk yang
mempengaruhi kehidupan seseorang akibat ciri-ciri tertentu yang dimilikinya.
Dugaan tersebut didasarkan pada relief-relief yang memuat cerita-cerita
pengruwatan, seperti Sudamala dan Garudheya, dan pada arca kura-kura dan garuda
yang terdapat di Candi Sukuh.
Tlaga Madirga
Telaga
Madirda adalah telaga kecil yang sangat indah yang airnya bersumber dari mata
air di lereng Gunung Lawu. Telaga ini airnya yang tak pernah surut meski musim
kemarau dan tak pernah penuh di saat musim penghujan. Mungkin tidak banyak yang
tau temtang tempat ini karena tempat ini agak tersembunyi telaga madirda berada
di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Jarak telaga ini
dari Balai Desa Berjo sekitar 4 kilometer dan dapat ditempuh dengan cukup
mudah. Telaga ini layak untuk di kembangkan menjadi obyek wisata unggulan bagi
Desa Berjo. Jika anda ke telaga madirda ketika menjelang hariraya nyepi umat
Hindu di Karanganyar menggelar upacara Melasti di Telaga Madirda, sebagai
simbol pembersihan dosa. puluhan umat Hindu dari berbagai daerah di Karanganyar
pergi ke Telaga Madirda. Lengkap dengan aneka sesaji hasil bumi seperti beras,
buah-buahan dan bunga serta berpakaian putih, mereka dengan khidmat mengikuti
prosesi upacara Melasti.
Air
Terjun Parang Ijo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar