Selasa, 18 Agustus 2015

OBJEK WISATA MENARIK DI SOLO - SHINTA AWK TOUR SOLO



Kraton Kasunanan Surakarta
KERATON SURAKARTA dibangun oleh Pakoe Boewono II pada tahun 1745 Masehi. Sebelumnya ibukota Keraton berada di Kartasura, yang berjarak lebih kurang 12 km barat Kota Solo. Di Keraton Kasunanan Surakarta terdapat Art Gallery yang menyimpan bermacam benda-benda bersejarah yang mempunyai nilai seni dan sejarah yang tinggi. Beberapa koleksi yang ada diantara lain kereta kencana, bermacam-macam senjata, wayang kulit dan benda-benda peninggalan jaman dulu lainnya. Keraton Kasunanan Surakarta dibuka untuk umum setiap hari jam 08.30-14.00, dan hari Minggu jam 08.30-13.00. Kraton tutup pada hari Jumat.
Secara fisik bangunan Keraton Kasunanan Surakarta terdiri dari bangunan inti dan lingkungan pendukungnya seperti Gapura (pintu gerbang) yang disebut Gladag pada bagian Selatan. Kemudian ada dua Alun-alun di sebelah Utara dan Selatan kompleks Keraton. Juga terdapat Masjid Agung dan Pasar Batik yang terkenal yaitu Pasar Klewer. Kyai Slamet, Kerbau putih yang dikeramatkan sebagai salah satu pusaka Keraton Kasunanan Surakarta.


Pura Mangkunegaran

PURA MANGKUNEGARAN dibangun pada tahun 1757 oleh Raden Mas Said yang lebih dikenal sebagai Pangeran Sambar Nyawa, setelah penandatanganan Perundingan Salatiga pada tanggal 13 Maret. Raden Mas Said kemudian menjadi Pangeran Mangkoe Nagoro I. Istana Mangkunegaran terdiri dari dua bagian utama : pendopo dan dalem yang diapit oleh tempat tinggal keluarga raja. Hal yang menarik adalah keseluruhan istana dibuat dari kayu jati yang bulat/utub.
PENDOPO adalah Joglo dengan empat saka guru (tiang utama) yang digunakan untuk resepsi dan pementasan tari tradisional Jawa. Ada seperangkat gamelan yang dinamai Kyai Kanyut Mesem. Gamelan yang sebagaian besar masih lengkap ini dimainkan pada hari-hari tertentu untuk mengiringi latihan tarian tradisional. Di dalam DALEM terdapat Pringgitan, ruang dimana keluarga menerima pejabat. Ruangan ini juga digunakan untuk mementaskan wayang kulit. Di dalam pringitan, ada beberapa lukisan karya Basuki Abdullah, pelukis kenamaan Solo.
Dalem juga digunakan untuk memajang berbagai koleksi barang peninggalan berharga yang bernilai seni dan sejarah yang tinggi. Terdapat koleksi topeng-topeng tradisional dari berbagai daerah di Indonesia, kitab-kitab kuno dari jaman Majapahit dan Mataram, koleksi berbagai perhiasan emas dan koleksi beberapa potret Mangkunegoro.
Pura Mangkunegaran juga memiliki perpustakaan yang disebut Rekso Pustoko. Koleksi topeng tradisional dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Solo, Jogjakarta, Cirebon, Madura dan Bali.
Beberapa koleksi topeng dari China. Pengunjung dapat memperoleh berbagai souvenir dan cinderamata di Pare Anom art shop. Pura Mangkunegaran dibuka untuk umum setiap hari jam 09.00-14.00, Jumat jam 09.00-12.00, Minggu jam 09.00-14.00. Ada juga beberapa koleksi kereta yang digunakan untuk upacara-upacara tradisional.
Pasar Triwindu
shintaawktour@gmail.com

Pasar Triwindu, demikian tulisan yang tertera di pucuk gapura itu. Sekilas tidak ada yang istimewa dari gapura tersebut, namun ketika kita sudah melewatinya, barulah kita akan tahu apa yang disuguhkan dan menjadi keunikan pasar itu. Seketika mata akan dimanjakan oleh beragam barang-barang antik yang dipajang di kios-kios. Mulai dari hiasan pintu sampai patung batu bisa ditemukan di sini, dari wayang sampai meriam logam juga ada.
Jangan kaget ketika menemukan setrika arang dengan ciri khas patung jago dipucuknya itu, juga ketika kusamnya uang-uang logam jaman baheula menyapa mata kita, dan tak terhitung topeng-topeng kayu warna-warni yang tersedia di komplek pasar ini. Banyak barang tak terduga yang bisa kita jumpai, bahkan konon dulu pernah ada barang antik dari Keraton Solo yang ‘nyasar’ di Pasar Triwindu, jika anda penasaran boleh ditanyakan kepada para pedagang di sana.
Keramahan khas Solo dari para pedagangnya, akan membuat kita betah mondar-mandir di Pasar Triwindu ini. Tawar menawar harga dengan pedagang merupakan hal yang jamak, jadi seberapapun kayanya anda, jangan pernah malu untuk meminta harga yang lebih murah dari yang disebutkan pedagang.
Gang demi gang dikomplek pasar tersebut memang dijejali kios-kios yang menyuguhkan barang antik, baik yang benar-benar antik, maupun barang baru yang sengaja dibuat tampak antik.Perlu ketelitian lebih untuk membedakan keduanya.
Pasar minat khusus yang tertata rapi itu telah lama menjadi salah satu trademark kota Solo, bisa dibilang belum komplit dolan ke Solo kalau belum mengunjungi pasar Triwindu. Pemkot Solo telah menata ulang Pasar Triwindu ini dengan baik. Pasar Triwindu telah melegenda di Jagat Pariwisata Indonesia.
Astana Giribangun
 https://www.facebook.com/shintaawk.tour
Astana Giribangun merupakan makam keturunan Kerajaan Mangkunegaran. Ternyata makam itu memiliki daya mistis dalam sejarah perjalananya. Muncul mitos bahwa makam tersebut merupakan tempat sakral dan tidak bisa diperlakukan sembarangan. Posisi dan keberadaan Astana Panagdegan di atas Astana Giribangun di lereng barat Gunung Lawu tepatnya terletak di Desa Karang Bangun, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Sebagai leluhur di atasnya melindungi atau orang Jawa menyebutnya "hamemayungi" menjadi payung keberadaan makam anak cucunya.
Beberapa kejadian dan fenomena mistis membuktikan keberadaan Astana Mangadeg, komplek pemakaman para penguasa Istana Mangkunegaran, salah satu pecahan dinasti Mataram. Makam itu merupakan Raja Mangkunegoro III (sebutan jawa; Mangkunegoro III) keturunan Raja Mataram Panembahan Senopati selalu melindungi dan merestui makam anak cucu di bawahnya. Salah satu yang dimakamkan disini adalah Kanjeng Pangeran Adi Pati arya Sri Mangkunegara I. Pangeran Adi terkenal dengan sebutan Pangeran Samber Nyowo. Tokoh kesohor raja Mangkunegaran dikenal sakti mandraguna dan selalu menjadi rujukan raja-raja Mataraman baik Surakartan (Solo) dan Ngayogyokarto Hadiningrat (Yogya).
Kejadian-kejadian mistis itu seolah-olah kedua raja dan sesepuh Mangkunegaran yang dimakamkan di sini di antaranya Kanjeng Pangeran Adi Pati Arya Sri Mangkunegara I, atau disebut Pangeran Samber Nyowo memberikan restu maupun memberikan perlindungan pada saat-saat tertentu dari kejahatan atau perbuatan tangan-tangan jahil. Beberapa peristiwa dan fenomena mistis aneh terjadi di antaranya saat makam Presiden Kedua Indonesia, HM Soeharto digali. Suasana pemakaman Soeharto di Astana Giribangun kala itu sedang redup, tak ada awan. Hanya angin yang berhembus pelan saat itu.
Soeharto dimakamkan pada Minggu Wage, 27 Januari 2008 setelah Azan Asar sekitar pukul 15.30 WIB. Keluarga besar Soeharto dan sejumlah tokoh ternama baik dari dalam maupun luar negeri. Sebelum penggalian, keluarga besar Soeharto melakukan upacara Bedah Bumi. Tujuannya adalah agar penggalian dapat berjalan lancar dan selamat. Upacara tersebut dipimpin oleh Begug Purnomosidi mantan Bupati Wonogiri. Upacara dimulai dengan menancapkan linggis ke tanah pemakaman sebanyak tiga kali. Yang pertama, tidak terjadi apapun dan begitu pula dengan yang kedua. Namun, kejadian yang membuat merinding bulu kuduk terjadi saat linggis mengoyak tanah untuk kali ketiganya. "Tiba-tiba, duar! Terdengar suara ledakan yang sangat keras bergema di atas kepala kami," kata juru kunci makam keluarga Soeharto di Astana Giribangun Soekirno.
Para penggali makam dan orang-orang di sekitarnya sontak kaget mendengar ledakan itu. Mereka saling berpandangan. Bingung. Mencoba mereka-reka dan mencari-cari dari mana asal suara menggelegar itu. "Bukan bunyi petir, lebih mirip suara bom besar meledak di atas cungkup Astana Giribangun," kata Sukirno. Anehnya, tak ada yang porak poranda. Tak ada benda yang bergeser karena suara ledakan itu. Terbesit di pikiran, mungkin itu suara ghaib. Semua yang ada di tempat itu terdiam, terpaku. Lalu, suara Begug Purnomo Sidi memecah keheningan. "Bumi mengisyaratkan penerimaan terhadap jenazah beliau," tutur Sukirno, menirukan kalimat Bupati Wonogiri. Tidak hanya itu yang dialami sang juru kunci Astanagiribangun Sukirno. Beberapa bulan sebelum kematian Soeharto, terjadi longsor mendadak di bawah Perbukitan Astana Giribangun.
Selain pengalaman menggali makam Soeharto, pria kelahiran Karanganyar tahun 1953 itu juga masih ingat ketegangan terjadi di Astana Giribangun, tahun 1998, saat kekuasaan Soeharto berakhir. Masa di mana-mana menghujat dan ingin mengadili Soeharto beserta keluarganya. Terjadi pula perebutan tanah-tanah serta pengerusakan aset negara yang saat itu dikuasai Soeharto di beberapa daerah. Hingga merembet ada kabar, makam keluarga Soeharto itu bakal diserang dan akan dirusak oleh ribuan masa. "Bersama warga saya memasang drum-drum di tengah jalan. Di depan pertigaan di depan SD Ibu Tien yang terletak di tanjakan menjelang Astana. Kami memalang puluhan batang bambu ori berduri. Siapa yang melintas dengan berjalan kaki sekalipun, tak bakal gampang menembusnya," tutur Sukirno. Malam-malam pun terasa panjang. Orang-orang kampung dan desa secara bersama-sama dengan pengurus dan berjaga di sekitar makam. Dari pesawat komunikasi HT terdengar sandi, misalnya 1.000 "kuda lumping" yang artinya ada seribu pengedara sepeda motor menuju dan bergerak mengarah ke Astana. Atau lima ratus "gerobak" atau 500 pengendara mobil juga. "Anehnya tak pernah sekalipun mereka hendak melempari Astana dan merusak bangunan makam di sini benar-benar tiba," kata Sukirno. Sukirno berkeyakinan arwah para leluhur raja Mangkunegaran datang dan melindungi sebab arwah leluhur bagi orang Jawa diyakini masih bersemayam dan jika dalam situasi darurat akan muncul dan melakukan perlindungan. Apalagi leluhur mereka yaitu Kanjeng Pangeran Adi Pati arya Sri Mangkunegara I, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Samber Nyowo atau Aji Panglimunanya.
Candi Cetho
http://shintaawktour.blogspot.com/search/label/CONTACT%20PERSON
Tepat di kaki Gunung Lawu, terdapat sebuah candi yang bernama Candi Cetho. Candi ini masih digunakan sebagai tempat doa oleh umat Hindu juga Kejawen. Bau dupa dan kabut yang seakan-akan turun membuat suasana makin misterius. Karanganyar adalah nama kabupaten yang terletak kurang lebih 14 Km di sebelah timur kota Solo. Kabupaten ini menyimpan potensi wisata yang luar biasa. Mulai dari wisata budaya sampai ke wisata alam yakni Gunung Lawu. Berada pada ketinggian 1.400 mdpl di lereng Gunung Lawu, Candi Cetho terletak di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Candi Hindu ini terkesan misterius dan sangat kental aura spiritualnya. 
Selain dikarenakan bau dupa yang cukup menyengat dan aneka sesajen yang ada di candi ini, sering juga kabut tebal tiba-tiba turun menyelimuti candi dan kemudian hilang kembali.  Perjalanan ke Candi Cetho adalah sebuah tantangan keberanian dan uji nyali tersendiri. Hanya bisa dicapai melalui jalan aspal sempit yang menanjak curam dan berkelok-kelok melewati Kebun Teh Kemuning. Rasa was-was dan takut akan terbayar lunas begitu sampai di kompleks candi. Sejuknya udara pegunungan dan indahnya pemandangan alam akan menjadi teman setia menjelajahi Candi Cetho.
Nama Cetho sendiri merupakan sebutan yang diberikan oleh masyarakat sekitar, yang juga adalah nama dusun tempat situs candi ini berada. Cetho dalam Bahasa Jawa mempunyai arti 'jelas'. Disebut Cetho, karena di dusun ini orang dapat melihat dengan sangat jelas pemandangan pegunungan yang mengitarinya yaitu Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan di kejauhan tampak puncak Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.  Selain itu dari dusun ini kita juga disuguhkan dengan pemandangan luas Kota Solo dan Kota Karanganyar yang terbentang luas di bawah. 
Kompleks candi ini masih digunakan oleh penduduk setempat dan juga peziarah yang beragama Hindu sebagai tempat pemujaan. Candi ini juga merupakan tempat pertapaan bagi kalangan penganut kepercayaan asli Jawa atau Kejawen. Saat tiba di kompleks Candi Cetho, pengunjung akan disambut dengan kabut serta gapura yang menjulang tinggi dengan anggun, identik dengan Pulau Bali. Dua buah patung penjaga yang berbentuk mirip dengan patung pra sejarah berdiri membisu di bawahnya.  Di halaman gapura terdapat batu besar yang ditata berbentuk kura-kura raksasa. Ada pula relief menyerupai bagian tubuh manusia, yaitu alat kelamin laki-laki yang panjangnya hampir 2 meter. Tak heran bila akhirnya Candi Cetho ini pun disebut Candi Lanang.
Candi Sukuh
Candi Sukuh terletak di lereng barat G. Lawu, tepatnya di Dusun Sukuh, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi Candi Sukuh berada pada ketinggian + 910 merer di atas permukaan laut. Candi Sukuh ditemukan kembali dalam keadaan runtuh pada tahun 1815 oleh Johnson, Residen Surakarta pada masa pemerintahan Raffles. Selanjutnya Candi Sukuh diteliti oleh Van der Vlis pada tahun 1842. Hasil penelitian tersebut dilaporkan dalam buku Van der Vlis yang berjudul Prove Eener Beschrijten op Soekoeh en Tjeto. Penelitian terhadap candi tersebut kemudian dilanjutkan oleh Hoepermans pada tahun 1864-1867 dan dilaporkan dalam bukunya yang berjudul Hindoe Oudheiden van Java. Pada tahun 1889, Verbeek mengadakan inventarisasi terhadap candi Sukuh, yang dilanjutkan dengan penelitian oleh Knebel dan WF. Stutterheim pada tahun 1910.
Candi Sukuh berlatar belakang agama Hindu dan diperkirakan dibangun didirikan pada akhir abad ke-15 M. Berbeda dengan umumnya candi Hindu di Jawa Tengah, arsitektur Candi Sukuh dinilai menyimpang dari ketentuan dalam kitab pedoman pembuatan bangunan suci Hindu, Wastu Widya. Menurut ketentuan, sebuah candi harus berdenah dasar bujur sangkar dengan tempat yang paling suci terletak di tengah. Adanya penyimpangan tersebut diduga karena Candi Sukuh dibangun pada masa memudarnya pengaruh Hinduisme di Jawa. Memudarnya pengaruh Hinduisme di Jawa rupanya menghidupkan kembali unsur-unsur budaya setempat dari zaman Megalitikum. Pengaruh zaman prasejarah terlihat dari bentuk bangunan Candi Sukuh yang merupakan teras berundak. Bentuk semacam itu mirip dengan bangunan punden berundak yang merupakan ciri khas bangunan suci pada masa pra-Hindu. Ciri khas lain bangunan suci dari masa pra-Hindu adalah tempat yang paling suci terletak di bagian paling tinggi dan paling belakang.
Menurut dugaan para ahli, Candi Sukuh dibangun untuk tujuan pengruwatan, yaitu menangkal atau melepaskan kekuatan buruk yang mempengaruhi kehidupan seseorang akibat ciri-ciri tertentu yang dimilikinya. Dugaan tersebut didasarkan pada relief-relief yang memuat cerita-cerita pengruwatan, seperti Sudamala dan Garudheya, dan pada arca kura-kura dan garuda yang terdapat di Candi Sukuh.
Tlaga Madirga

Telaga Madirda adalah telaga kecil yang sangat indah yang airnya bersumber dari mata air di lereng Gunung Lawu. Telaga ini airnya yang tak pernah surut meski musim kemarau dan tak pernah penuh di saat musim penghujan. Mungkin tidak banyak yang tau temtang tempat ini karena tempat ini agak tersembunyi telaga madirda berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Jarak telaga ini dari Balai Desa Berjo sekitar 4 kilometer dan dapat ditempuh dengan cukup mudah. Telaga ini layak untuk di kembangkan menjadi obyek wisata unggulan bagi Desa Berjo. Jika anda ke telaga madirda ketika menjelang hariraya nyepi umat Hindu di Karanganyar menggelar upacara Melasti di Telaga Madirda, sebagai simbol pembersihan dosa. puluhan umat Hindu dari berbagai daerah di Karanganyar pergi ke Telaga Madirda. Lengkap dengan aneka sesaji hasil bumi seperti beras, buah-buahan dan bunga serta berpakaian putih, mereka dengan khidmat mengikuti prosesi upacara Melasti.
Air Terjun Parang Ijo



Selasa, 03 Februari 2015

TOUR DE MALANG
BP3AKB BOYOLALI
































TOUR DE JOGJA
MIM BOLON